Jadmiko
Darmawan dan Evi Tahapari*
Balai
Penelitian Pemuliaan Ikan
Jl.
Raya 2 Sukamandi KM 99 Pantura, Subang, Jawa Barat 41263
ABSTRAK
Peningkatan target produksi ikan patin
nasional dalam menunjang industrialisasi perikanan harus didukung dengan
penyediaan benih siap tebar yang terjamin kualitas, kuantitas dan kontinuitas.
Tujuan penelitian ini adalah melakukan evaluasi terhadap kegiatan produksi
massal benih patin siam (Pangasianodon
hypophthalmus Sauvage, 1878) secara intensif di kolam tembok. Kegiatan
pendederan dilakukan pada 3 buah kolam tembok dengan dasar tanah berukuran 1000
m2 (50m x 20m x 1m) dengan kedalaman air 60 – 80 cm. Pada tahap
persiapan dilakukan pemupukan dengan pupuk kompos 100 g/m2, urea 6
g/m2, TSP 3 g/m2 dan aplikasi probiotik dengan dosis 1
ml/m2. Penambahan pupuk urea 3 g/m2 dan TSP 1,5 g/m2
dilakukan setiap 7 hari . Ikan
yang digunakan adalah benih patin siam berumur 21 hari dengan rata-rata bobot
awal benih kolam A dan C sebesar
0,18±0,06 g dengan panjang total 2,40±0,29 cm, serta rata-rata bobot awal benih kolam B sebesar 0,17±0,12 g dengan panjang
total 2,20±0,24 cm. Penebaran benih dilakukan 7 hari setelah pemupukan dengan
padat penebaran 190 ekor/m2. Pengamatan panjang dan bobot serta
kualitas air dilakukan setiap 20 hari. Setelah 40 hari dilakukan pemanenan dan
dihasilkan benih dengan bobot akhir pada
kolam A, B dan C berturut – turut sebesar 6,10 ± 2,60 gram, 5,47 ± 2,03 gram,
dan 8,53 ± 3,82 gram, panjang standar 7,73 ± 1,16 cm, 7,47 ± 0,96 cm, dan 8,51
± 1,25 cm dan panjang total, 9,21 ± 1,32 cm, 8,91 ± 1,12 cm, dan 10,18 ± 1,43
cm. Berdasarkan hasil perhitungan, diketahui laju pertumbuhan bobot spesifik
pada kolam A, B dan C berturut – turut sebesar 9,21%, 9,06% dan 10,13%, laju
pertumbuhan panjang standar spesifik 2,97%, 3,10% dan 3,22%, laju pertumbuhan
panjang total spesifik 2,92%, 3,28% dan 3,18% serta tingkat kelangsungan hidup 95,86%,
99,49% dan 99,70% dengan konversi pakan 0,38, 0,44 dan 0,35. Dari analisa usaha
yang dilakukan kegiatan produksi massal benih ikan patin siam masih
menguntungkan dengan nilai R/C sebesar 1,54.
Kata
kunci : patin siam, produksi, benih,
pemupukan,pertumbuhan
PENGANTAR
Ikan patin adalah
komoditas unggulan ikan air tawar di Indonesia dan menjadi salah satu target
industrialisasi perikanan. Kementerian Kelautan dan Perikanan menargetkan
produksi patin nasional meningkat dari produksi tahun 2012 sebesar 651.000 ton,
pada tahun 2013 menjadi 1,1 juta ton. Saat ini teknologi budidaya ikan patin
sudah sangat berkembang dimasyarakat, sehingga untuk mendukung program tersebut
diperlukan ketersediaan benih yang terjamin secara kualitas, kuantitas dan
kontinuitas. Permintaan benih unggul yang terus meningkat dimasyarakat telah
mampu terpenuhi melalui usaha pembenihan ikan patin baik secara indoor hatcery maupun secara outdoor di kolam.
Pembenihan ikan patin
secara indoor hatcery pada umumnya
memelihara larva ikan patin dalam satu siklus produksi hingga ukuran 1 – 2
inchi dengan lama pemeliharaan 30 – 45 hari. Namun pada kegiatan pembesaran,
terutama pada pemeliharaan di kolam dalam (≥2m) penggunaan benih ukuran kurang
dari 4 inchi mempunyai resiko yang cukup tinggi karena banyak mengalami
kematian yang disebabkan serangan hama, predator dan penyakit. Untuk
menghasilkan benih siap tebar diperlukan kegiatan pendederan II yaitu
pemeliharaan benih dari ukuran 1 inchi hingga ukuran lebih dari 4 inchi. Pada
kegiatan pembenihan secara indoor hatcery
keterbatasan tempat menjadi kendala utama dalam menghasilkan benih siap
tebar. Teknologi produksi massal benih patin secara outdoor di kolam dengan aplikasi pemupukan dan probiotik yang tepat
diharapkan mampu menekan biaya produksi, menekan tingkat mortalitas dan
meningkatkan laju pertumbuhan benih patin yang dipelihara (Darmawan dan
Tahapari, 2013). Kegiatan produksi massal benih patin secara outdoor ini selain sebagai penunjang
keberhasilan kegiatan pembesaran, diharapkan juga dapat menjadi salah satu
alternatif usaha untuk masyarakat yang berada dikawasan sentra budidaya ikan
patin. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi kegiatan produksi
massal benih ikan patin siam yang
dipelihara secara outdoor di kolam
dengan aplikasi pemupukan dan probiotik yang tepat dalam menunjang
industrialisasi perikanan.
BAHAN DAN METODE
Kegiatan pendederan ikan
patin siam dilakukan pada 3 buah kolam tembok dengan dasar tanah berukuran 1000
m2 (50m x 20m x 1m) dengan kedalaman air 60 – 80 cm, dan sumber air
berasal dari saluran irigasi. Persiapan bak pendederan yang dilakukan adalah pengangkatan
lumpur, pembersihan kolam, pengeringan, pemusnahan hama dan predator dengan
saponin, pengisian air dan pemupukan. Pengisian air menggunakan air saluran
irigasi dengan kedalaman air 80 cm. Guna mencegah masuknya ikan liar, krustase, keong dan hama lainnya
serta gulma, pada pipa saluran masuk diberi saringan menggunakan hapa hijau
yang berbentuk kantong. Setelah semua bak terisi, air diendapkan terlebih
dahulu selama 24 jam. Pemupukan dilakukan dengan penambahan pupuk kompos 100
g/m2, urea 6 g/m2, TSP 3 g/m2. Untuk menjaga
kualitas air pemeliharaan dan peningkatan efisiensi pakan maka diberikan
aplikasi probiotik dengan dosis 1 ml/m2 serta penambahan pupuk urea
3 g/m2 dan TSP 1,5 g/m2 setiap 7 hari .
Penebaran benih dilakukan
7 hari setelah pemupukan dengan padat penebaran 200 ekor/m2. Ikan
uji yang digunakan adalah benih patin siam berumur 21 hari setelah menetas
hasil pemijahan dan pendederan I di indoor
hatcery komoditas patin Balai Penelitian Pemuliian Ikan, Sukamandi. Rata-rata
bobot awal benih kolam A dan C sebesar
0,18±0,06 g dengan panjang total 2,40±0,29 cm, serta rata-rata bobot awal benih kolam B sebesar 0,17±0,12 g dengan panjang
total 2,20±0,24 cm.
Pakan yang diberikan adalah
pakan komersial (pelet) dengan kriteria sebagai berikut:
A.
10
hari pertama, pakan yang diberikan berupa pakan tenggelam berbentuk remahan (crumble), dengan kandungan protein kasar
≥40%. Jumlah pakan yang diberikan sebanyak 15% dari bobot biomas per hari
dengan frekuensi pemberian pakan 3 kali sehari
B.
10
hari kedua, pakan yang diberikan berupa pakan terapung berbentuk pellet dengan
diameter 1,5 mm, dengan kandungan protein kasar ≥38%. Jumlah pakan yang
diberikan sebanyak 12,5% dari bobot biomas per hari dengan frekuensi pemberian
pakan 3 kali sehari
C.
10
hari ketiga, pakan yang diberikan berupa pakan terapung berbentuk pellet dengan
diameter 2 mm, dengan kandungan protein kasar ≥32%. Jumlah pakan yang diberikan
sebanyak 10% dari bobot biomas per hari dengan frekuensi pemberian pakan 3 kali
sehari
Pengamatan panjang dan
bobot serta pengamatan kualitas air dilakukan setiap 20 hari. Setelah 40 hari
dilakukan pemanenan. Pada akhir penelitian dilakukan pengamatan terhadap
rata-rata bobot, sintasan, efisiensi pakan dan analisa usaha. Untuk mengetahui
laju pertumbuhan spesifik benih ikan patin siam menggunakan rumus (Castell
dan Tiews, 1980):
Dimana : SGR = Laju pertumbuhan spesifik
(%)
t =
Waktu pemeliharaan (hari)
Wt =
Bobot akhir benih (gram)
Wo =
Bobot awal tebar benih (gram)
Sintasan benih ikan patin siam menggunakan rumus (Effendie,1997):
Dimana : SR = Sintasan (%)
Nt =
Jumlah panen benih (ekor)
No =
Jumlah awal tebar benih (ekor)
Konversi pakan pendederan II benih
ikan patin siam menggunakan rumus (NRC, 1977):
Dimana : FCR = Nilai konversi pakan
Wp =
Jumlah bobot kering pakan yang diberikan selama pemeliharaan (g)
Wt =
Jumlah bobot biomas benih yang dipanen
D =
Jumlah bobot biomas benih yang mati selama pemeliharaan
Wo =
Jumlah bobot biomas benih yang ditebar
Revenue
Cost Ratio (R/C rasio)
dilakukan dengan tujuan untuk melihat keuntungan relatif dalam sebuah usaha perikanan
yang diperoleh dalam 1 tahun terhadap biaya yang dikeluarkan dalam kegiatan
usaha perikanam tersebut.
Dimana
sebuah usaha dikatakan layak apabila nilai R / C lebih besar daripada 1
dikarenakan hal ini menggambarkan semakin tinggi nilai R / Cnya maka tingkat
keuntungan suatu usaha juga akan semakin tinggi.
Nilai Titik Impas (BEP) usaha
pendederan II benih ikan patin siam menggunakan rumus:
Dimana : FC = biaya tetap
P =
harga jual per ekor
V =
biaya variabel per ekor
VC =
biaya variabel
S =
total penjualan
HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil
pengamatan selama 40 hari pemeliharaan, dari tiga unit kolam dengan perlakuan
yang sama diketahui memberikan hasil pertumbuhan bobot yang berbeda.
Pertumbuhan bobot pada sampling pertama umur pemeliharaan 20 hari, belum
mengalami perbedaan yang signifikan antar kolam, namun pada saat panen
diketahui pada kolam 3 mengalami peningkatan yang jauh lebih tinggi dibanding
dengan kolam 1 dan kolam 2. Pada kolam 3, bobot rata-rata benih ikan patin siam
yang dipanen mencapai 8,53 ± 3,82 gram, kemudian diikuti kolam 1 dengan bobot
rata-rata 6,10 ± 2,60 gram dan kolam 2 dengan bobot rata – rata terendah
sebesar 5,47 ± 2,03 gram.
Gambar 1. Pertumbuhan bobot, panjang
standar, dan panjang total benih ikan patin siam selama kegiatan pendederan II
Selaras dengan pertumbuhan
bobot, pertumbuhan panjang baik panjang standar maupun panjang total pada kolam
3 merupakan pertumbuhan yang tertinggi yang disusul oleh kolam 1 dan terendah
pada kolam 2. Panjang standar benih ikan patin pada saat panen dari kolam 3,
kolam 1 dan kolam 2 berturut – turut adalah sebesar 8,51 ± 1,25 cm, 7,73 ± 1,16
cm dan 7,47 ± 0,96 cm, dengan panjang total berturut – turut sebesar 10,18 ±
1,43 cm, 9,21 ± 1,32 cm dan 8,91 ± 1,12 cm.
Tabel
1. Keragaan pertumbuhan, sintasan dan konversi pakan pada kegiatan pendederan
II ikan patin siam secara outdoor di
kolam
Perbedaan pada pertumbuhan
bobot dan panjang tersebut diduga terjadi sebagai dampak dari kualitas air
kolam dan kedalaman air kolam. Pada kolam 2 selama pemeliharaan terjadi
kebocoran kolam sehingga kedalaman air kolam hanya mampu mencapai 60 cm,
sedangkan pada kolam 3 dan kolam 1 kedalaman air kolam mampu mencapai 80 cm.
Kedalaman air pada kegiatan pendederan memiliki pengaruh yang besar terhadap
kualitas air kolam pemeliharaan. Lokasi yang dangkal akan lebih mudah mengalami
pengadukan lumpur dasar kolam yang pada akhirnya mengakibatkan air menjadi
lebih keruh. Dari hasil pengamatan yang dilakukan pada pukul 10 – 12 siang
diketahui bahwa beberapa parameter kualitas air (pH, oksigen terlarut,suhu dan
konduktivitas) pada masing – masing kolam masih berada pada kisaran yang baik
untuk kegiatan pendederan, namun pada kolam 1 dan 2 tingkat kekeruhan air jauh
lebih tinggi dibandingkan dengan kolam 3(Tabel 2).
Tabel 2. Kualitas air kolam pendederan
II ikan patin siam
Kondisi kualitas air yang
buruk sebagai dampak dari kedalaman kolam yang kurang pada akhirnya akan
berpengaruh terhadap laju pertumbuhan, sintasan dan konversi pakan benih ikan
patin yang dipelihara. Beberapa hasil penelitian yang mempelajari pengaruh kedalaman
kolam terhadap laju pertumbuhan ikan antara lain sebagaimana disampaikan oleh
Winarlin et al (2008), menyatakan
bahwa kedalaman air berpengaruh terhadap laju pertumbuhan spesifik benih ikan
nilem tidak berpengaruh terhadap sintasan (p>0,05). Simangunsong, R (1998),
yang melakukan penelitian tentang pengaruh kedalaman air terhadap pertumbuhan
ikan betok juga memaparkan bahwa kedalaman air memberikan pengaruh yang berbeda
nyata terhadap laju pertumbuhan bobot spesifik dan konversi pakan ikan betok.
Tingkat kelangsungan hidup
dari masing – masing kolam pemeliharaan memberikan hasil yang baik dengan nilai
tingkat kelangsungan hidup diatas 90 %. Namun dari ketiga kolam pemeliharaan,
kolam 1 memberikan nilai terendah sebesar 95,86 % sedangkan pada kolam 2 dan 3
nilai tingkat kelangsungan hidup mencapai 99,49 dan 99,70%. Kematian benih pada
kolam 1 terjadi pada hari ke-7 hingga hari ke-11 pemeliharaan ketika sumber air
dari saluran irigasi tidak mengalir dan terjadi hujan dengan intensitas yang
cukup tinggi pada malam hari. Kematian ikan diduga disebabkan rendahnya air
kolam pemeliharaan dan terjadinya hujan dimalam hari yang berdampak pada
tingginya fluktuasi suhu harian air kolam. Yunus, M. et al (1995), menjelaskan bahwa kedalaman air kolam tadah hujan
sedalam 100 cm memberikan hasil yang lebih baik terhadap tingkat kelangsungan
hidup dan laju pertumbuhan ikan lele lokal. Yunus, M. et al (1995) juga menyimpulkan bahwa flukstuasi suhu air harian
akan relatif lebih stabil dengan semakin dalam air kolam dan pada kedalaman air
100cm disebutkan memiliki selisih kisaran suhu air harian rata – rata sebesar
3,50C.
Tabel 3.Kelimpahan plankton pada kolam
pendederan II ikan patin siam
Berdasarkan analisis
terhadap kelimpahan plankton di kolam pendederan II ikan patin siam diketahui
kolam 1 memiliki kelimpahan tertinggi sebesar 434.500 ind/l dengan kelimpahan
fitoplankton sebesar 433.500 ind/l dan kelimpahan zooplankton sebesar 1000 ind/l.
Pada kolam 3, kelimpahan plankton masih relatif cukup tinggi sebesar 382.500
ind/l yang terdiri dari fitoplankton
dengan kelimpahan sebesar 381.500 ind/l dan zooplankton dengan kelimpahan
sebesar 1000 ind/l. Sedangkan kelimpahan terendah terjadi pada kolam 2 sebesar
152.000 ind/l yang terdiri dari
fitoplankton dengan kelimpahan sebesar 145.000 ind/l dan zooplankton
dengan kelimpahan sebesar 7000 ind/l.
Kolam 1 memiliki
kelimpahan tertinggi terjadi sebagai dampak dari kedalaman kolam yang lebih
rendah dibandingkan dengan kolam 2 dan kolam 3. Dengan demikian volume air pada
kolam tersebut menjadi lebih sedikit sehingga konsentrasi bahan organik di
perairan menjadi lebih tinggi dan pertumbuhan fitoplankton juga meningkat.
Sedangkan pada kolam 3, kelimpahan plankton menjadi terendah disebabkan karena
kelimpahan zooplankton pada kolam tersebut jauh lebih tanggi dibandingkan
dengan kedua kolam yang lain. Sehingga kelimpahan fitoplankton sebagai faktor
utama yang berpengaruh terhadap tingginya kelimpahan total plankton diperairan
menjadi lebih rendah dibandingkan kolam 1 dan 3. Kelimpahan plankton pada kolam
2 menjadi lebih rendah disebabkan banyaknya fitoplankton yang dimanfaatkan
zooplankton untuk terus tumbuh dan berkembang biak.
Pada kegiatan pendederan
benih ikan patin siam, pakan alami memiliki peranan yang sangat penting sebagai
sumber nutrisi utama dan sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan benih. Dari
hasil pengamatan pada 3 kolam pemeliharaan, benih yang dipelihara memiliki
karakter kebiasaan makanan yang berbeda – beda.
Tabel 4. Kebiasaan makanan benih
pendederan II ikan patin siam
Pada kolam 1 dan 2 persentase
pakan buatan pada saluran pencernaan
benih ikan patin siam yang dipelihara berkisar antara 28,33% – 36,67%, dan sisanya sebesar 63,33% - 71,67% adalah tumbuhan (makrofita).
Hasil penelitian yang dilakukan Darmawan dan Tahapari (2012), memaparkan hasil
analisa isi saluran pencernaan benih ikan patin siam pada kegiatan pendederan
II berumur 2 minggu yang dipelihara pada kolam beton, pakan buatan yang
terdapat pada saluran pencernaan hanya sebesar 29,57% dan sisanya adalah pakan
alami yang didominasi oleh larva serangga (Chironomus
sp.) sebesar 64,90%. Sedangkan pada kolam 3 persentase pakan buatan pada
saluran pencernaan benih ikan patin siam
yang dipelihara sebesar 63,33%, tumbuhan 13,33%, fitoplankton 21,67% dan
sisanya zooplankton sebesar 1,67%.
Tabel 5. Indeks pemilihan makanan (Index of Electivity) ikan patin siam
Dari jenis zooplankton,
benih ikan patin siam pada kolam 3 lebih tertarik kepada kelas rotifera, cukup
tertarik kepada kelas protozoa namun tidak tertarik kepada kelas copepoda. Sedangkan
untuk jenis fitoplankton, benih ikan patin siam pada kolam 3 lebih tertarik kepada
kelas euglenophyceae dengan nilai indeks pemilihan makanan sebesar 0,5175,
namun tidak tertarik pada fitoplankton jenis yang lain yang ditunjukkan dengan
nilai indeks pemilihan makanan yang hampir mendekati -1 (Ivlev, 1961).
Tabel
5. Analisa usaha pendederan II ikan patin siam
Berdasarkan pada tingkat
kelangsungan hidup benih patin siam pada pendederan II selama 40 hari
pemeliharaan dengan ukuran panen berkisar 4 – 5 inchi dilakukan penghitungan
analisa usaha. Analisa usaha di atas menunjukkan bahwa usaha pendederan II di kolam tembok
berlantai dasar tanah masih menguntungkan dengan nilai R/C sebesar 1,54 yang
menunjukkan bahwa setiap Rp. 1,- uang yang dikeluarkan akan menghasilkan
penerimaan sebesar Rp. 1,54,- atau keuntungan sebesar Rp. 0,54,-. Keuntungan
yang diperoleh dalam satu siklus (2 bulan) untuk 3 kolam pendederan berukuran
1000 m2 sebesar Rp. 79.123.867,- dengan nilai titik impas tercapai
pada saat memproduksi benih sebanyak 24.660 ekor atau memperoleh penerimaan
sebesar Rp. 9.863.980,-. Sedangkan
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil
pengamatan dapat disimpulkan bahwa usaha pendederan II ikan patin siam secara
outdoor di kolam tembok berlantai dasar tanah merupakan usaha yang cukup
menguntungkan dan dapat menjadi salah
satu alternatif usaha bagi masyarakat pembudidaya.
DAFTAR ACUAN
Castell,
J.D. and K. Tiews (Editors) .1980. Report of the EIFAC, IUNS and ICES Working
Group on the standardization of methodology in fish nutrition research.
Hamburg, Federal Republic of Germany, 21–23 March, 1979. EIFAC Tech. Pap.,
(36):24 p.
Darmawan,
J dan Tahapari, E, 2013. Pendederan Ikan Patin Siam (Pangasianodon
hypophthalmus) Secara Outdoor dengan Penambahan Jenis Pupuk Organik yang
Berbeda. Prosiding Forum Inovasi
Teknologi Akuakultur Tahun 2013. Jakarta.
Darmawan,
J dan Tahapari, E, 2012. Kebiasaan makanan benih ikan patin siam (Pangasianodon hypophthalmus) yang
dipelihara di kolam beton dengan pemupukan optimal. Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur Tahun 2012. Jakarta.
Hlm. 515 – 520.
Effendie,
M.I. 1997. Biologi Perikanan. Yayasan Pustaka Nusantara. Yogyakarta. 163
halaman.
NRC (National Research Council). 1983.
Nutrient requirements of warmwater fishes and shellfishes, National Academy
Press, Washington DC., 102 pp.
Winarlin, Djajasewaka, H., Samsudin,
R., dan Taufik, I. 2008. Pengaruh Tingkat Kedalaman Air Terhadap Pertumbuhan
dan Sintasan Benih Ikan Nilem (Osteochilus
hasselti, C.V). Teknologi Perikanan Budidaya Tahun
2008.Jakarta. Hlm. 107 – 109.
Yunus, M., Priyadi, A., dan Wahid, A.
1995. Pengaruh Kedalaman Air Kolam Tadah Hujan Terhadap Kelangsungan Hidup dan
Pertumbuhan Ikan Lele Lokal (Clarias
batrachus). Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia
1 (2) 1995. Jakarta.
Hlm. 98 – 105.